Rabu, 08 Maret 2017

Aku dan Pilihan Hidupku

            Malam telah larut, tinggallah aku seorang diri meratapi indahnya malam dihiasi langit yang cerah oleh pancaran cahaya bulan dan bintang yang menyinari bumi. Tanpa ku sadari, pipi ini basah karena derasnya tetesan air mata. Mata yang senantiasa menangis menyesali dosa lalu. Terdiam sejenak dalam lamunanku, menutup mata rapat – rapat membayangkan tentang semua yang menimpa pada diriku. Betapa hinanya diriku, betapa dustanya diri ini. Aku telah lalai menjalankan Syari’at Islam, aku sangat bodoh mengenai ilmu Agamaku sendiri. Aku begitu jauh dari pemahaman Islam yang sesungguhnya. Aku merasa tak pantas terlahir di dunia ini. Begitu banyak dosa yang telah aku lakukan selama aku hidup di dunia. Dunia yang sudah modern ini, membuatku jauh dari pemahaman agamaku sendiri. Astaghfirullahal’adzim... Hanya Istighfar dan menyebut AsmaNya yang bisa aku ucapkan.
            Teringat akan masa kecilku dulu, masih polos dan tidak tahu apa – apa. Ingin rasanya aku kembali ke masa itu untuk mengulangnya dari awal. Untuk memperbaiki kesalahan – kesalahan yang telah aku perbuat. Tapi apalah daya, hidup teruslah berputar. Sangat mustahil rasanya untuk kembali ke masa silam.
            Aku telah menyia – nyiakan kesempatan emas waktu dulu. Disuruh meneruskan pendidikan ke sebuah pesantren malah aku tidak mau. Pikirku dahulu karena aku masih baru lulus SD. Setelah lulus SMP, aku tetap tidak mau meneruskan ke sebuah pesantren. Entah setan mana yang telah merasuki pikiranku saat itu, betapa bencinya aku dengan dunia pesantren waktu dulu. Kini sangat terasa penyesalan yang tiada hentinya menghantui aku.
“Ya Allah, masih adakah kesempatan untukku untuk memperbaiki kesalahan yang telah lalu?”, pintaku dalam hati.
            Tibalah saatnya aku akan lulus SMA, dan baru aku tersadar dan terfikir untuk meneruskannya ke sebuah pesantren. Mungkin ini hidayah dariNya, dan aku tidak boleh menyia – nyiakan kesempatan ini. Sudah terlalu jauh aku tidak memahami ilmu mengenai Agama. Hidupku yang sekolah di luar pesantren, tidak begitu banyak mengetahui tentang ilmu agama yang sesungguhnya. Ilmu umum yang banyak aku dapatkan, sedangkan ilmu agamanya sangat minim. Masalah aurat saja baru ku ketahui hukumnya setelah aku beranjak kelas 3 SMA. Bahwa bagi setiap muslimah diwajibkan menutup auratnya dan itu perintah langsung dari Allah SWT. Sebelum mengetahui hal tersebut aku memang sudah mengenakan jilbab, tapi tak sesuai syari’at Islam. Masih lepas pasang, masih mengenakan pakaian yang ketat, dan itupun aku tidak tahu hukumnya. Aku hanya mengenakannya saja mengikuti era sekarang yang sudah banyak mengenakan jilbab meski tak sesuai syari’at Islam.
            Setelah aku mengetahui hukumnya, meskipun aku masih belum meneruskan ke pesantren, aku mencoba pelan – pelan tuk mengenakan jilbab itu supaya tak lepas pasang lagi. Karena aku sangat takut tentang hukuman yang akan ditanggung di akhirat kelak bagi perempuan yang tidak menutup auratnya. Awalnya memang banyak ujian terutama ocehan dari lingkungan sekitar. Ada yang mengatakan:
“Tidak panaskah mengenakan Jilbab lama – lama?”
“Emang mau kemana kok mengenakan jilbabnya? Kan Cuma disekitar rumah?”, dan masih banyak ocehan – ocehan yang dilontarkan.
Tak perlu di ambil hati, tak perlu diladenin, karena aku yakin, dengan seiringnya waktu ocehan itu akan hilang dengan sendirinya. Mungkin mereka seperti itu karena aku masih belajar, mereka masih belum terbiasa dengan penampilanku. Dan akhirnya pun, keyakinanku tercapai. Sudah tak ada ocehan – ocehan dan kalimat yang tidak enak didengar lagi, semuanya sudah terbiasa dengan penampilanku. Kini tinggal menjaga apa yang telah aku putuskan untuk berjilbab, supaya tidak lepas pasang lagi. Meskipun akhlaq ku tak sebaik jilbabku, tapi aku akan berusaha untuk memperbaiki semuanya.
“Permudahkanlah jalanku ini menuju jalan yang Kau Ridhoi ya Allah. Aku hanya ingin menjadi wanita Sholihah di dunia dan akhiratMu”, lagi – lagi do’aku dalam hati.
            Pendaftaran untuk Perguruan Tinggi sudah dimulai, dari yang Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sampai Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
“Aku ingin meneruskan kuliahku di pesantren saja, aku ingin mempelajari ilmu agama juga selain ilmu umum”, kataku kepada orang tua, saudara dan teman – temanku.
Tapi jawaban orang tua tak sesuai dengan yang aku kira. Beliau malah menyuruhku untuk mencoba terlebih dahulu untuk mendaftar di sebuah PTN. Aku bingung, bukannya ini yang mereka inginkan dari aku mulai dulu. Karena aku anak perempuan satu – satunya. Tapi kenapa malah sekarang tidak menyetujui keinginanku. Saudaraku(Zairanil) juga ikut membantah perkataanku: “Apa kamu tidak salah dengan keputusanmu dek? Hidup kamu yang begitu mana bisa tinggal di pesantren.. aku yakin kamu ga bakalan kerasan. Sudahlah jangan aneh – aneh”.
“Nggak, aku ga salah. Maka dari itu aku ingin memperbaiki semuanya mas”, kataku.
“Gini deh, kalau kamu kuliah di luaran kamu mau minta apa pasti diturutin. Kan bapak sendiri yang bilang kalau kamu kuliah diluar bakalan dibelikan sepeda motor baru dan HP baru. Masak kamu ga mau sih? Kalau aku jadi kamu mending kuliah diluaran saja dek...” jawab masku sambil ketawa.
“Ya itu kamu mas, bukan aku. Pokoknya aku tetap pengen kuliah di pondok”, jawabku tegas.
“Oke kalau itu kemauanmu, asalkan kamu bisa kerasan nantinya. Jangan sampai suatu saat kamu nangis bilang ga kerasan dan pengen pindah”.
“Ya, ga bakalan kok. Tenang saja. Kan adekmu ini bisa menyesuaikan, hehe... kalau masalah ga kerasan awal – awalnya ya pasti ga bakal kerasan lah mas. Tapi aku yakin, dengan seiringnya waktu aku pasti bisa kerasan”, jawabku serius.
Teman SMA ku juga tidak mendukung keputusanku:
“Apa kamu tidak salah ingin melanjutkan kuliahmu disebuah pesantren? Bagaimana dengan ilmu umummu yang sudah kamu peroleh?”, kata temanku (sebut saja namanya Ningrum).
Dengan pelan aku menjawab, “ Ini kemauanku, aku juga ingin memperdalam ilmu agamaku untuk bekal di akhirat kelak. Bagiku ilmu Agama itu lebih penting dari pada ilmu Umum. Karena aku sudah terlalu jauh tidak memahami ilmu agamaku sendiri.”
Temanku menjawab perkataanku, “Tapi, kamu tahu sendiri bagaimana kehidupan di pesantren? Tak bebas seperti diluaran. Nanti kamu akan terpenjara di dalamnya.”
“ Tak mengapa, karena aku sudah bosan hidup di luaran. Lebih baik aku terpenjara didalam pesantren dari pada harus terpenjara didunia luar yang penuh akan kemaksiatan yang merajalela”, kataku.
Temanku yang satunya membantah (sebut saja namanya Lestari), “ Tapi kan tidak harus di pesantren kamu memperdalam ilmu agamamu? Diluar kamu juga bisa memperdalam ilmu agamamu”.
“ Ya, benar. Tapi tak semudah itu aku belajar ilmu agama di luar. Terlalu banyak godaan buatku. Hidupku diluaran sudah seperti ini, maka dari itu aku ingin lebih memperdalamnya disebuah pesantren biar lebih khusyuk. Karena lingkungan adalah faktor utama buat perkembangan hidup kita”, jawabku santai.
            Semuanya membuatku bingung. “Apa yang salah dengan sebuah Pesantren? Apa aku tidak pantas untuk memperbaiki ilmu Agamaku? Apa dosaku sudah tak bisa tuk di ampuni olehMu?”, terlintas pertanyaan dalam benakku.
Aku mencoba tuk mencari petunjuk dari Allah melalui Sholat Istikharoh, saran dari salah satu guruku. Segera aku mengambil wudhu’ dan langsung menunaikan sholat Istikharoh tersebut, bersujud dalam dzikir memohon untuk diberi petunjuk mengenai semua pilihan ini. Dan itu aku lakukan rutin hingga suatu waktu aku merasa telah mendapatkan jawaban dariNya. Perasaanku lebih nyaman saat membicarakan Dunia Pesantren, tidak dengan kuliah di luaran pada umumnya. Ditandai pula aku tidak lulus ujian masuk PTN waktu itu. Akhirnya hatiku lega juga. Akhirnya aku akan segera meneruskannya disebuah pesantren. Betapa bahagianya diriku.
            Kini, impianku telah tercapai. Melanjutkan Perguruan Tinggi disebuah pesantren membuat jiwa dan ragaku lebih damai dan tentram. Meskipun kadang pernah terlintas pikiran iri kepada teman – temanku yang hidup diluaran, bebas. Tapi ku mencoba untuk menepis semua pikiran itu jauh – jauh. Karena aku sadar, hidup di dunia hanyalah sementara. Kesenangan di dunia hanyalah sesaat. Akhiratlah hidup kita yang abadi untuk selamanya – lamanya. Sekarang, aku akan belajar mengenai ilmu agama lebih jauh lagi, supaya tak sia – sia aku belajar di pesantren. Aku tidak akan pernah menyia – nyiakan kesempatan ini, karena kesempatan yang datang akan sia – sia jika aku tidak melaksanakannya dengan baik. Terimakasih untuk semua jalan yang telah Engkau gariskan untukku, aku akan berusaha untuk menjadi yang lebih baik dari sebelumnya. Karena ini sudah menjadi pilihan hidupku... J
(imraatulmufidah@gmail.com)